Jumaat, 5 Jun 2020

PKPB tamat atau disambung belum diumumkan dari kerajaan covid19

PKPB tamat atau disambung? 

Perintah Kawalan Pergerakan Bersyarat (PKPB) disambung atau ditamat, soalan banyak ditanya ketika ini dan menjadi perbualan ramai. 

Sebelum ia dijawab, mari kita lihat situasi jangkitan COVID-19 di negara ini pada masa ini. 
Kes jangkitan COVID-19 dalam kalangan rakyat tempatan semakin menurun dan kekal satu atau dua digit. Ia menepati unjurun KKM dan faktor menyumbang Ketepatan unjuran ini ialah kepatuhan rakyat Malaysia kepada SOP. 

Syabas kepada kita semua dan terima kasih kepada pasukan keselamatan seperti PDRM, ATM, APM dan Rela yang tegas terhadap segelintir yang 'ketegaq'. 

Namun, kepatuhan kita tidak selari dengan warganegara asing atau lebih khusus pekerja asing. Bagi warganegara asing yang ditahan di depoh tahanan, kita tidak perlu risau kerana dalam kawalan pihak berkuasa. 

Kes dalam kalangan pekerja asing ini terus meningkat kerana mereka tidak patuh SOP. Mereka hanya patuh SOP di tempat kerja tapi tidak apabila di tempat tinggal.  

Kita tidak boleh salahkan mereka kerana terpaksa tinggal berasak di ruang sempit. Mereka tiada pilihan. 

Mereka adalah pekerja asing yang datang ke negara kita kerana faktor kemiskinan. Jika diberi pilihan, sudah tentu mereka mahu berada bersama keluarga di negara sendiri. Tiada siapa pilih hidup dalam kesusahan. 

Jangan anggap peningkatan kes pekerja asing bukan masalah kita. Pekerja asing dari Bangladesh, Nepal, Myanmar, Pakistan dan Indonesia ini sudah menjadi sebahagian daripada komuniti masyarakat kita. 

Hanya sebahagian kecil yang tinggal di tempat yang disediakan majikan seperti tapak pembinaan bagi sektor pembinaan.  Manakala pekerja asing sektor lain, sebahagian besar  tinggal di kejiranan kita. 

Ada yang bergaul mesra dengan kita, membeli barang keperluan di pasar raya sama dengan kita, bagi yang Islam, solat berjemaah dengan jemaah tempatan. 

Mereka sudah menjadi sebahagian daripada masyarakat kita. Peningkatan kes COVID-19 dalam kalangan pekerja asing  ini turut menjadi masalah kita. Apatah lagi, mereka mendapat jangkitan ini di negara kita.

Peranan kecil yang kita boleh mainkan ialah memastikan mereka mematuhi SOP jika di tempat awam. 

Peranan lebih besar perlu dimainkan majikan. Penjarakan sosial di tempat tinggal pekerja asing ini menuntut pengorbanan kewangan kerana majikan perlu sediakan lebih banyak tempat tinggal supaya pekerja ini ada ruang untuk penjarakan sosial dan meningkatkan kebersihan. 

Di kala ini, kita semua sama ada majikan atau pekerja biasa perlu main peranan untuk membantu negara demi kelangsungan hidup kerana wabak ini telah menjejaskan kehidupan setiap orang. 

Dan selagi kes pekerja asing terus meningkat, walaupun hanya satu kes ia patut jadi kerisauan kita. 

Kepatuhan SOP oleh rakyat tempatan dan bukan tempatan perlu seiring.  Bila tidak seiring, dua-dua pihak tidak boleh hidup selesa. 

Peranan KKM ialah mengesan pekerja asing yang dijangkiti COVID-19 dan merawat mereka sehingga sembuh. Selepas sembuh, mereka kembali ke tempat tinggal. Risiko jangkitan semula boleh berlaku jika tiada penjarakan sosial di rumah dan amalan kebersihan yang tinggi. 

Jangkitan terus berlaku dan berlaku jika tindakan komitmen semua pihak untuk meminimakan kes pekerja asing ini.

Adakah kita sebagai rakyat tempatan boleh rasa lega jika kes pekerja asing masih tinggi?  Sudah tentu tidak kerana diulangi, mereka sudah menjadi sebahagian daripada masyarakat kita. 

Lihat kluster masih aktif melibatkan pekerja asing yang juga menjangkiti rakyat tempatan seperti Kluster Pedas, Kg Sg Lui, Jalan Chow Kit, Pasar Besar Jalan Othman, Pengawal Keselamatan Cheras, Selangor Mansion Pasar Borong KL dan Pudu. 

Malah, kluster paling baru dikesan, Pangsapuri Cheras turut merekodkan satu kes positif pekerja asing. 

Jika PKPB ditamatkan, KKM perlu pastikan jangkitan dalam pekerja asing terkawal kerana risiko ia merebak kepada rakyat tempatan adalah tinggi. 

Memang benar virus ini tidak boleh dihapus sepenuhnya. Mengawal kes rakyat tempatan dan pekerja asing sehingga tahap paling minima adalah satu keperluan untuk kita sama-sama kita jalani hidup seterusnya. Life must goes on. 

Adakah PKPB ditamat atau disambung?  Tiada siapa boleh jawab kecuali Perdana Menteri, YAB Tan Sri Muhyiddin Mohd Yassin. Sama-sama kita nantikan pengumuman sebelum hari terakhir, 9 Jun ini.

admin-

Khamis, 19 April 2018

Peluru tentra aceh merdeka AK 47

Aneuk beudé pejuang Teuntra Atjèh Meurdèhka na lhèë neuk.
1.Keumusôh peunjajah Indonesia 
2 Keu peumimpin, meunyoë peumimpin meukhianat 
3 Keudroë,meunyoë droë meukhianat.

Ahad, 8 April 2018

Melihat Ritual Agama Hindu di Bumi serambi Makkah


Melihat Ritual Agama Hindu di Bumi Serambi Makkah

Hendrakum9080.com

Minggu 08 April 2018 - 15:51

  
{image.title}

Ritual keagamaan umat Hindu di Aceh. 

Bunyi suara genderang dan gemercik lonceng memecah keheningan pagi di Kota Keudah, Banda Aceh, DI Aceh. Begitu pula dengan suara nyanyian dan doa dari dalam Kuil Palena Andewa.
Dua atraksi barongsai di depan kuil juga menyedot perhatian masyarakat. Ternyata masyarakat Hindu di Aceh sedang merayakan Maha Puja Pangguni Uthiram.
“Gandewa… Gandewa… Gandewa...” begitulah salah satu bunyi doa dari umat Hindu keturunan India etnis Tamil di Banda Aceh.
Meski tergolong kaum minoritas di Negeri Serambi Mekkah, tetapi ternyata acara itu membuat toleransi semakin nyata. Tak sedikit warga Muslim yang melihat atraksi ini dengan tertib.
Sebagian dari mereka bahkan ada yang berswafoto dan mengabadikan momen saat perayaan berlangsung. Dari depan kuil, tampak sekelompok ibu-ibu sedang mencicipi bubur di sebuah rumah toko (ruko) 
{image.title}

Ritual keagamaan umat Hindu di Aceh. (Foto:Hendrakum9080.com

Keturunan India etnis Tamil merayakan Maha Puja Pangguni Uthiram atau hari kemenangan Dewa Muruga di Kuil Palena Andewa. Dalam perayaan itu, umat Hindu melangsungkan prosesi adat menusuk tubuh dengan besi dan jarum pada bagian tubuh. Prosesi itu berlangsung di pinggiran Sungai (Krueng) Aceh.
Setelah itu mereka juga mengarak arca Dewa Muruga keliling dari Jalan WR Supratman ke Malem Dagang dan berakhir di Kuil Palani Andewar yang berada di jalan Teungku Dianjung, Banda Aceh. Mereka berjalan tanpa mengenakan alas kali. 
Pembina (imam) kuil Palani Andewa, Rada Krisna, mengatakan sebanyak 15 umat Hindu etnis India Tamil di Banda Aceh merayakan Maha Puja Pangguni Uthiram. Serta ikut pula puluhan umat Hindu lainnya yang berasal dari Medan, Sumatera Utara.
{image.title}

Ritual keagamaan umat Hindu di Aceh. (Foto:www.hendrakum9080.wordpress.com

Rada menjelaskan, proses perayaan menyambut ulang tahun Dewa itu telah berlangsung selama tiga hari mulai Jumat (6/4) lalu, Sementara di hari terakhir mereka melaksana proses melepaskan nazar di pinggir sungai dengan cara ritual menusuk jarum dan besi pada bagian tubuh. 
Dilihat kumparan, Minggu (8/4), ada tiga pemuda yang ikut dalam proses itu. Prosesi itu dilakukan untuk meminta Tuhan agat dijauhkan dari penyakit.
“Maksud dari proses ini ialah untuk melepaskan nazar atau meminta kepada tuhan agar dijauhkan dari segala penyakit. Seperti ada keluaraga yang terkena musibah atau sakit-sakitan untuk dijauhkan,” lanjut dia.
{image.title}

Ritual keagamaan umat Hindu di Aceh. (Foto)

Rada Krisna menegaskan ulang tahun Dewa Muruga sudah berlangsung selama lima kali di Banda Aceh yang dirayakan setiap tahunnya sesuai dengan kalender India. 
“Kemeriahan tahun ini sama seperti tahun sebelumnya. Umat Hindu di Aceh sangat antusias melaksanakan perayaan ini,” sebut Radha.
Tidak hanya itu, kata Rada dalam proses perayaan yang berlangsung, pihaknya juga berdoa untuk bumi serambi mekkah agar dijauhkan dari bahaya. “Kami tinggal di Aceh merasakan suatu kebanggan karena keberadaan kami didukung oleh mayoritas.”
Dalam perayaan kali ini, banyak pula umat Hindu dari Sumatera Utara yang datang ke Aceh untuk menyaksikan perayaan di Banda Aceh. Karena kata Rada, mereka penasaran ingin melihat perayaan di kota yang mana terkenal syariat Islam dan mayoritas umat Islam.
{image.title}

Ritual keagamaan umat Hindu di Aceh. (Foto

“Ternyata setelah sampai ke Aceh mereka begitu senang melihat perayaan berjalan dengan semarak bahkan warga Aceh juga mendukung dan ikut menyaksikan adat kami,” imbuhnya.
Bicara soal toleransi, Radha mengaku umat Hindu di Banda Aceh merasakan ketenangan. Tidak ada konflik yang terjadi selama mereka berada di Aceh. Hidup berdampingan ditengah mayoritas Muslim mereka dirasakan begitu harmonis. Hubungan interaksi sesama warga berlangsung dengan baik.
“Saya selalu mengingatkan untuk menghormati aturan yang berlaku di Aceh. Begitu juga ketika ada yang datang dari Medan misalnya. Mereka diminta untuk berpakaian sopan,” ujarnya.
Rada merupakan keturunan ketiga etnis Tamil yang datang ke Banda Aceh sekira tahun 1930. Ketika itu ada puluhan warga Tamil yang datang ke Aceh untuk berdagang. Mereka kebanyakan bermukim di Gampong Keudah Banda Aceh, dan pada tahun 1934 sebuah kuil bernama Palani Andawa berhasil dibangun.
Namun saat tsunami menerjang, kuil tersebut hancur diterjang air. Dan dibangun kembali pada tahun 2006 dan selesai pada tahun 2012 lalu, bersumber dari hasil sumbangan etnis Tamil di Aceh, pemerintah daerah dan Departemen Agama.
{image.title}

Ritual keagamaan umat Hindu di Aceh. (Foto)

Sebelum tsunami melanda Aceh terdapat sekitar 10 keluarga etnis Tamil yang menetap di Keudah, dengan jumlah anggota keluarga mencapai 50 orang. Namun setelah tsunami, sisa keluarga etnis Tamil di Keudah berkurang kebanyak mereka ada terkena tsunami dan juga pindah ke Medan.
Pria berkulit hitam yang lancar berbahasa Aceh ini mengaku selalu ikut terlibat dalam setiap kegiatan desa, membangun hubungan baik dengan warga sekitar.
"Sosial di sini aman-aman saja, masyarakat menerima, kalau tidak percaya tanya saja sama warga, gotong-royong kita juga diajak, saya juga latih SSB (sekolah sepak bola) di gampong," katanya.
Sementara itu, salah seorang warga etnis Tamil asal Sumatera Utara, Dewi Sartika (31) sengaja datang ke Aceh untuk menyaksikan perayaan hari ulang tahun dewanya. Ia tertarik ingin mengunjungi Aceh sekaligus melepaskan rasa penasarannya tentang aturan syariat yang berlaku di Aceh.
“Ya penasaran karena Aceh semua warganya Muslim, tetapi setelah menyaksikan perayaan ini ternyata warga Aceh sangat menerima bahkan mereka ikut menyaksikan. Tidak ada gangguan sama sekali,” jelas Dewi Sartika.
Dewi tiba ke Aceh sejak Sabtu (7/4) kemarin bersama keluarga. Mereka ingin merayakan hari ulang tahun dewanya di Aceh sambilan menikmati liburan.
“Rencana mau ke sabang juga, mau liat objek wisata di sana,” lanjut Dewi.
Selain Dewi Sartika, ada pula Fatma yang merupakan salah seorang warga Muslim di Jawa Barat. Fatma ikut menyaksikan ritual keagamaan umat Hindudan kemudian mengaku penasaran ingin melihat prosesi adatnya. 
Ia sengaja datang pagi-pagi karena ingin melihat proses ritual tusuk jarum pada bagian tubuh yang dilakukan warga etnis tamil di pinggir sungai (krung) Aceh.
“Ya pengin saja lihat gimana gitu ritualnya. Enggak takutlah, kan cuma lihat aja tetapi enggak ganggu mereka. Kita sama-sama saling menghargai.
Di sisi lain, Desy Badrina bahkan ikut berkomunikasi langsung dengan warga etnis Tamil. Ia menanyakan seputar prosesi perayaan keagamaan yang berlangsung. Desi juga turut diberikan stiker merah yang disematkan pada bagian kening bak gaya orang India.
“Tadi pas ngobrol sama ibu-ibu, eh dianya tempelin stiker merah di kening saya. Dia doain semoga panjang umur dan mudah rezeki,” ujar Desy tersenyum